Alhamdulillah delapan tahun usiamu, Nak.
Jadilah anak yang sholeh dan selalu menjalankan perintah-Nya.
Menunaikan sunah Nabi Muhammad, SAW.
Aamin.
Lorong bercahaya keabuan itu tidak mudah ditemukan pintu keluarnya. Meraba dalam temaram cahaya yang tidak gelap dan tidak terang. Kaki ini begitu berat sekali untuk melangkah. Berkali-kali, bayangan orang-orang tercinta berkelebat, muncul dan memanggil-manggil namaku.
Di mana aku? apakah aku ingin keluar dari lorong ini? apakah aku harus berada di luar lorong tersebut? tidak...tangan yang halus mengelus-elus pergelangan tanganku. Suara-suara yang tidak kukenal berlomba-lomba memanggil namaku. Apakah aku dibutuhkan di sana? perlahan, perlahan aku menyingkap cahaya tak terang dan juga tak gelap. Mataku berkedip, mulutku terbuka entah mengeluarkan kata apa, yang aku tahu, semua orang mengucap Alhamdulillah dan menciumi kening, menciumi pipiku dan kulihat mata mereka basah.
Kalimat pertama yang kutanyakan adalah, "Di mana aku?". Perlahan seorang lelaki yang berbadan besar, bermata tajam menjelaskan bahwa aku telah berada di ruang perawatan. 1 jam lamanya aku tertidur setelah tindakan operasi sesar. Total 2 jam aku berjuang untuk bersalin. Waktu yang begitu lama aku tertidur, waktu yang begitu lama untuk bersalin.
Hari Minggu adalah hari ke-3 berada dalam bantuan medis. Hari pertama aku dibantu oleh seorang bidan. Aku diperlakukan dengan baik, perlengkapan bersalin dan baju bayiku sudah ditata di ruang bersalin dengan rapi. Sampai akhirnya, saat batas waktu melahirkan yang diestimasikan oleh bidan tak kunjung tiba. 2 x 24 jam bukaan berhenti di angka 3. Suamiku langsung meminta aku dibawa ke rumah sakit. Bidanpun mengiyakan, khawatir kondisiku drop dan lemas.
Rumah sakit menerimaku dengan beraneka keributan, karena ada jadwal bersalin yang begitu padat di ruang bersalin. Aku menempati tempat tidur, tepat di dekat pintu. Jadi, ada banyak orang lalu lalang, ada banyak kegiatan yang terjadi, aku tahu. Tapi sampai malam, aku tidak diberi tindakan apa-apa. Induksi melalui rektal, tidak bereaksi dengan bagus. Hanya awal-awal menit saja aku merasa mulas.
Aku dipindahkan ke kamar rawat yang sudah dipesan. Tiduran terus terasa tidak menyenangkan, jadi aku jalan-jalan bolak-balik melihat-lihat kondisi rumah sakit bersalin tersebut. Hening, kadang sibuk dengan orang yang lalu lalang. Suamiku terlihat kelelahan, tertidur di sofa ruang perawatan. Tengah malam, aku diminta masuk ruang bersalin lagi. Satu obar melalui rektal lagi, bereaksi sebentar setelahnya tidak menunjukan tanda pertambahnya pembukaan.
Pagi hari mulai ribut karena dokter memberikan saran untuk dilakukan tindakan. Sebelumnya aku meminta kesempatan supaya bisa melahirkan secara normal. Satu selang infus untuk memasukan induksi meremas-remas perutku. Sakit, sakit sekali. Mules, mules sekali. Itu hanya beberapa menit saja, sama seperti obat yang dimasukkan melalui rektal.
Tanda tangan keluarga diwakili suamiku, tindakan operasi sesar. Aku bingung, aku takut, aku tidak mempersiapkan melahirkan dengan cara operasi. Aku tidak tahu harus bagaimana, aku hanya menjadi orang yang bingung. Suamiku hanya memberikan aku satu kalimat. "Untuk keselamatan ibu dan bayi, Bismillah, berdoa terus ya".
Aku tidak menangis, hanya merajuk berharap ada keluarga yang diperbolehkan menemaniku di ruang operasi. Ternyata tidak boleh.
Aku tidak menangis, hanya manja ingin ditemani sebelum aku masuk ke dalam kamar operasi.
Aku tidak menangis, hanya memohon untuk mengulur waktu operasi, tapi semua tahapan operasi sudah dilakukan dan aku harus menerimanya.
Aku tidak menangis, hanya takut melihat suamiku menitipkan aku kepada petugas anastesi. Aku tidak tahu mereka berbicara tentang apa, yang aku dengar suamiku diminta untuk selalu berdoa.
Aku tidak menangis, hanya menggigil di kamar operasi dengan orang-orang yang baru aku lihat, baru aku temui, baru aku dengar suaranya.
Aku tidak menangis sampai seseorang memperlihatkan sesuatu di mukaku. Ternyata itu bayiku, yang pertama ditunjukan adalah rambut hitamnya, iya itu kepala. Lalu mataku menelusur ke bawah, jemari kakinya, jemari tangannya dan tangisannya membuat orang tersebut membawa bayi itu menjauh dari aku.
Aku tidak menangis sampai suamiku memberikan sebuah kamera dan memperlihatkan foto-foto bayiku yang menangis saat dimandikan, saat diberi baju dan foto-foto tenangnya tertidur dengan bantal pink. Bantal pink? bayiku laki-laki, kan?
Selamat Ulang Tahun Faiz
Sayangku, selamat ulang tahun ya, Nak. Itu adalah proses kelahiranmu. Proses dari ummi enggak ngerti apa-apa sampai ummi ngerti bahwa melahirkan itu butuh banyak hal. Butuh banyak tenaga dan butuh mengerti bahwa semua orang menyayangimu, menyayangi ummi dan selalu berharap ummi selalu berada di dekat mereka, di dekatmu.
Tertidur lama setelah diberikan anastesi, menggambarkan apa yang telah ummi lalui dan akan ummi hadapi. Selamat untuk ummi sendiri, telah berjuang atas nama cinta berani masuk ke kamar operasi supaya kamu lahir ke dunia ini.
#ODOPOKT10
Wah, mas Faiz, met milad yaaa, barokallah, semoga jadi anak soleh.. Aamiin.
ReplyDeleteWah, Happy Milad
ReplyDeleteBarakalloh fii umrik Faiz...
ReplyDeleteMet hari lahir ya buat mas Faiz😊 Seumur anakku yang nomer 4 lahir bulan November.
ReplyDeletePerjuangan seorang ibu memang begitu berat. Barakallah untuk mbak Astin dan keluarga ^^
ReplyDeleteSalut dengan bidan yg sebelumnya menolong kelahiran, dianya sabar menunggu hingga 2 X 24 jam. Ditempatku bidan cuma mau menunggu kurang lebih 6 jam, kalau susah langsung dirujuk ke rumah sakit untuk operasi
ReplyDeleteMasyaallah, perjuangannya sebegitu besar ya, seorang ibu itu 💪
ReplyDeleteMasyaallah, perjuangannya sebegitu besar ya, seorang ibu itu 💪
ReplyDeleteSelamat ultah Faiz moga tumbuh jd anak sholeh.
ReplyDeleteJd keinget saat hamil anak pertama sbrnya saya harusnya operasi. Tapiu gak tau knp sblm jadwal operasi tiba2 ada pembukaan. Sampai akhirnya dia lahir via vagina. Mungkin Tuhan tau saya galau bener takut dioperasi hehe.
Yg penting selamat ya mbak ibu dan anak :)