Sunday, 7 February 2016

Melatih Keberanian pada Anak dengan Bermain Sepeda

Faiz kecil adalah anak yang tidak pernah lepas dari saya, ibunya. Jika main saya selalu ada mendampingi dan mengawasinya. Saya juga sepertinya tidak melepaskan seratus persen ketika Faiz berada di luar rumah. Ketakutan akan ini dan itu, menyebabkan saya selalu berada di dekat Faiz kecil. Bahkan ketika mulai tumbuh lebih besar pada usia empat tahun, Faiz menjadi pribadi yang tidak pernah melawan.

Faiz tidak melawan ketika disakiti oleh teman-temannya. Ketika ada yang memukul tubuhnya hingga jatuh, Faiz diam saja. Ketika ada yang menusuk badannya dengan sebuah mainan, Faiz tetap stay cool. Ketika ada yang melemparnya dengan batu Faiz hanya tersenyum dan saya yang menjadi panas kepala. Saya menjadi gemes dan malah meminta kepada Faiz untuk membalas, tapi kata abinya Faiz tidak mungkin membalas, dia anak yang lembut dan baik hatinya.

Akhirnya saya pelan-pelan mengubah dan  berkata kepada diri saya sendiri, Faiz sudah besar, saatnya diberikan sebuah kesempatan untuk mandiri. Faiz butuh kesempatan untuk diberikan kesempatan untuk sendiri agar muncul keberaniannya. Keberanian untuk berkumpul besama teman-temannya, keberanian untuk menyatakan pendapat di tengah-tengah kumpulan teman-temannya tanpa ada saya, yang biasanya menjadi tempat berlindung.

Setelah bermain dengan teman-temannya, Faiz akan menceritakan bahwa dia baru saja melakukan ini dan itu. Faiz juga menceritakan bahwa tadi jatuh, tapi tidak menangis, Faiz juga menceritakan teman-temannya, yang ini dan yang itu. Faiz juga memiliki keinginan untuk membeli sepeda seperti kakak ini, karena sepedanya keren, sepeda bisa jumping atau sepedanya seperti motor.

Bersepeda saat ini sedang menjadi tren permainan anak-anak kompleks. Faiz dan teman-temannya bersepeda pada sore hari atau malah seharian pada hari libur. Tidak hanya anak laki-laki saja, namun ada anak perempuan juga yang ikut dalam romobongan bermain sepeda. Dengan bermain sepeda, saya melihat ada banyak sekali keberanian yang muncul pada diri Faiz.

Keberanian untuk Melepaskan diri Orang Tua


Masih ingat ketika Faiz berusia empat tahun. Faiz tidak mau saya masuk ke rumah ketika Faiz berada di luar rumah. Faiz ingin ditemani meskipun banyak teman-temannya yang sendirian, tidak bersama orang tuanya atau pengasuhnya. Saya atau pengasuhnya harus berada di depan rumah, meskipun dia bermaina ke mana saja, yang penting Faiz melihat ada orang yang dia tahu, mengawasinya.



Mungkin hal itu disebabkan karena Faiz belum memiliki perlindungan diri yang kuat. Saya berusaha pelan-pelan untuk mundur, mundur dan memberikan kesempatan untuk Faiz mencoba berani di luar rumah sendiri. Lama kelamaan, saya di luar rumah dicuekin, diminta masuk, lama-lama malah dia mencuri-curi kesempatan untuk berada di luar rumah sendirian. Mengeluarkan sepeda dan berbaur bersama teman-temannya.

Keberanian untuk Bersosialisasi dengan Teman-temannya


Tidak hanya teman-temannya yang masih sepantaran yang bermain sepeda di sekitar rumah Faiz. Ada kakak-kakak yang sudah besar, seusia SMP yang juga bermain sepeda. Hal tersebut menjadi tempat untuk Faiz berani dan berlatih untuk bersosialisasi. Dengan teman-teman sepantarannya, Faiz juga berlatih untuk bersosialisasi, bagaimana dia berkomunikasi dengan teman-temannya, bagaimana dia mengajak temannya bermain sepeda bersamanya.

bermain sepeda


Saya masih ingat ketika abinya bercerita, bahwa Faiz mengatakan kepada teman perempuannya apakah perlu bantuannya mendampingi berlatih naik sepeda?. Sayang saya tidak menyaksikan sendiri, kata abinya, Faiz mengatakan kepada teman perempuannya itu agar berani berlatih sepeda roda dua. Faiz menuntun dan mendampingi anak perempuan tersebut mencoba berlatih naik sepeda roda dua.

Keberanian untuk Mengemukakan Pendapat


Interaksi yang terjadi ketika sedang bermain sepeda, tidak hanya bercerita tentang sepeda dan lain sebagainya. Faiz dan teman-temannya bertukar cerita ketika sedang bermain sepeda. Ada yang bercerita tentang sekolahnya, tentang mimpi-mimpi mereka, tentang liburan mereka, tentang apapun khas anak-anak mereka ceritakan.

Saya mendenarkan celoteh Faiz dan teman-temannya, berusaha mendengarkan pembicaraan mereka dari dalam rumah, ketika mereka berhenti di depan rumah. Ternyata Faiz sudah lebih aktif untuk mengemukakan pendapatnya di tengah kumpulan teman-temannya. Faiz berani untuk bercerita di tengah teman-temannya, di mana usia Faiz berada di bawahnya. Meskipun kadang muncul sifat kekanankan Faiz, yaitu akan ngambek, jika ada kata-kata temannya, yang dirasa menyakitkan. 

Saya berusaha untuk menenangkan Faiz jika sedang merasa sedih, jika teman-temannya tidak sependapat tidak mengapa, karena tidak ada pemaksaan untuk sependapat. Jika teman-temannya tidak percaya harga sepeda Faiz, itu bukan salah mereka, karena mereka bukan yang membeli. Faiz pernah berselisih dan berdebat kata dengan mereka, hanya gara-gara masalah harga sepeda abi. Dalam hati, saya juga geli mendengarnya, tapi ya...kadang saya sedang mengobrol bersama teman-teman sendiri, juga ada kalanya, meragukan kan? apalagi ini anak-anak. Setelah itupun, mereka bermain seperti biasanya.

Keberanian untuk Meminta Peran


Faiz sering melihat teman-temannya membantu orang tuanya untuk membelikan sesuatu di warung atau toko di dalam kompleks. Suatu hari, Faiz berkata kepada saya untuk membeli sandal sendiri di toko di dekat pasar yang ada di dalam kompleks. Awalnya, saya tidak mengijinkan, tapi Faiz memastikan kepada saya, bahwa dia akan berhati-hati dan tetap di pinggir jalan.

Faiz juga pernah membeli nasi uduk di pasar dengan bersepeda bersama temannya. Faiz mengatakan bahwa dia sudah besar dan sudah bisa membeli makanan sendiri, iya tapi akhir-akhir ini abinya tidak memperbolehkan Faiz ke pasar sendiri. Alasannya, kendaaran roda empat dan roda dua, kadang kencang-kencang meskipun di dalam kompleks.

Jadi, peran-peran yang dapat diambil Faiz saat ini, memesan air galon, gas atau membeli mie ayam di depan cluster saja. Kemarin saya meminta tolong kepada Faiz, untuk melihat apakah ada tukang jahit di luar cluster. Lumayan, cukup terbantu dengan adanya keberanian Faiz bersepeda dan mau dimintai tolong, membelikan sesuatu yang dekat-dekat.


Keberanian untuk Bertanggung Jawab


Bermain sepeda dilakukan Faiz dan teman-temannya pada sore dan kadang hingga malam hari sebelum pukul 9 malam. Hal ini mengajarkan kepada Faiz arti bertanggung jawab dan menepati janjinya. Teman-teman saya yang memiliki anak laki-laki, menceritakan bahwa anak mereka masuk ke dalam rumah pasti selalu saat adzan maghrib berkumandang. Ini tidak semuanya ya, karena tidak semua teman-teman saya yang memiliki anak laki-laki saya tanya.

Salah satu bapak mengatakan, mungkin itulah saya waktu dulu. Saya tidak pernah melarang mereka (anak laki-lakinya) untuk bermain di luar rumah. Tapi mereka saya berikan tanggung jawab, agar mereka dapat menepati janjinya. Pulang, mandi, dan memenuhi kewajibannya. Berani bermain harus berani memenuhi kewajiban-kewajibannya. Contohnya, mandi, makan, belajar dan beristirahat.

Saya sebetulnya tidak rela, Faiz masuk ke dalam rumah saat adzan maghrib berkumandang. Sedih, tapi apa boleh buat. Anak-anak lainnya juga rata-rata seperti itu di sini, mereka mengaji setelah sholat maghrib. Satu hal yang didapat oleh Faiz, setelah mandi dia segera pergi ke mushola untuk sholat jamaah bersama teman-temannya. 


Keberanian untuk Mencoba


Bersepeda tidak selalu mulus dan tidak selalu menemui sebuah masalah. Selain masalah ketika sedang berkomunikasi dengan teman-temannya, ada juga masalah teknis dalam bersepeda. Contohnya ketika ban sepeda kempes. Faiz mencoba untuk memompa sendiri di rumah, abinya menyediakan pompa sepeda di rumah, agar memudahkan ketika ada ban sepeda atau ban sepeda motor kempes.

bermain sepeda


Tidak hanya itu, Faiz juga berani untuk mencoba menurunkan sadel / tempat duduk sepeda. naik turun, kemudian mencoba untuk membetulkan rantai yang lepas, hingga bajunya kotor penuh oli, muka, tangan, kaki berlapis oli. Lucu sebetulnya, tapi saya malah menjadi marah ya waktu itu? jadi tidak ada dokumentasi ketika muka Faiz penuh dengan oli rantai sepeda. Masih untung, saya tidak diminta untuk membantu membetulkan rantai yang lepas. 

Keberanian untuk Tidak Menangis


Apa jadinya kalau sudah berani bersepeda, menggunakan berbagai gaya, kemudian jatuh nangis? wkwkwkwkwk. Maaf ya, Nak. Saya memang selalu mengatakan kalau Faiz menangis setelah jatuh dari sepeda. Berani naik sepeda, berani jatuh dong, kalau berani jatuh kan tidak boleh nangis. Ternyata kata-kata saya direkam terlalu jauh dan dalam oleh Faiz.

Suatu saat saya melihat kakinya lecet dan berdarah. Saya panik dong, nanti abinya pasti bertanya, sudah diobati belum? ini jatuh di mana? heheee... jawaban Faiz cukup membuat saya bangga sekaligus trenyuh. "Mi, ini cuma lecet sedikit kok, kan kakinya masih bisa buat jalan". Jleb makleb, saya kumat migren saja teriaknya sekenceng-kencengnya. Ini kakinya lecet mlecat mlecet dan darahnya ngalir begitu, masih tenang menjawabnya. 

Wow, tidak terasa blogpost ini ditulis sejak sebelum maghrib hingga adzan subuh mengumandang. Sebuah blogpost paling panjang ditulis, bukan untuk lomba atau apapun padahal. Tapi memang dunia anak itu memang luar biasa menarik penuh trik dan inspirasi. Apa jadinya jika saya tetap tidak membiarkan Faiz untuk keluar rumah bermain bersama teman-temannya.


Faiz sekarang sudah keren naik sepedanya, kencang sekali dan mengerem dengan berbagai gaya. Ngeri sebetulnya, tapi sebagai orang tua, saya sudah memberikan nasehat, bahwa mengendarai apapun, sebaiknya hati-hati. Faiz sudah menjadi pemberani dong dengan bermain sepeda di laur rumah, tanpa pengawasan saya. Lah kan memang sudah besar, sudah berani bertanggung jawab juga dan sudah berani mencoba untuk memperbaiki sepedanya yang rusak. [2016:02]

15 comments:

  1. Keberanian untuk bersosialisasi dan olah raga atau mengasah ketrampilan ini yang lebih penting. Orang tua harus tetap mengawasi biar tidak terjadi hal-hal yang diinginkan semisal terjadi kecelakaan menabrak atau ditabarak orang.
    Salam untuk sang buah hatinya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Seep makasih masukannya ya Om, Faiz sudah saya nasehati agar berhati-hati ketika sedang bermain sepeda, tentunya ada kalanya saya juga menengok aktivitas berdepedanya

      Delete
  2. sedang mengajari alde naik sepeda nih sayy, semoga cepat bisa, semoga ada rejeki beli sepeda buatnya punyanya udah kecil, tapi ya gitu takut2 gimanaa...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dulu Faiz beli sepeda kecil banget, untuk dilepas tuh roda dua di belakang, latihannya juga di dalam rumah * semoga cepat bisa naik sepeda roda dua y,

      Delete
  3. Wah Faiz keren banget. Bak pahlawan bersepeda biru yang nawarin belajar sepeda pada sang putri. :D

    ReplyDelete
  4. Faiz jempolan...
    Ibu memang sering kawatir anaknya kenapa-napa. Naluri tapi harus seimbang agar anak bisa berani.

    ReplyDelete
    Replies
    1. bener ya, naluri harus seimbang, makasih kunjungan dan komentarnya ya, Mbak Ety

      Delete
  5. Alvin belum belajar sepeda roda dua nih

    ReplyDelete
    Replies
    1. ayo ALvin belajar sepeda, kita nanti sepedaan berdua

      Delete
  6. Biasanya anak laki2 tuh bandel berani...tau2 udah pinter nyepeda...bungsuku bisa nyepeda pas dia abis PAUD

    ReplyDelete
    Replies
    1. bandel ya, pingin nyoba apa saja...Faiz sudah jumping dan ngepot katanya nich, waaah belajar sendiri dong, Mbak

      Delete
  7. kebetulan banget si bungsu lagi pengen belajar naik sepeda nih..

    makasih ya artikelnya :)

    ReplyDelete

Haaai, Terima Kasih ya sudah mengunjungi Buku Harian Anak-Anak


Yuk jejakkan komentar, supaya saya juga dapat berkunjung balik. Terima kasih ^-^